Monday, July 03, 2006

DPRD Cuma Cari Gampangnya

http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0607/04/metro/2778599.htm

Editorial note: Oke, kalau perda larangan pelacuran itu dangkal, terus apa yang bisa menangkal seks bebas di indekos, wahai, orang-orang yang pintar?

Perda Larangan Pelacuran Dilatari Dugaan Seks Bebas

Depok, Kompas - Perda larangan pelacuran yang sedang disusun oleh DPRD Depok dinilai merupakan cermin rendahnya kualitas anggota dewan yang tak mampu memprioritaskan dan memetakan masalah. Perda itu ternyata dilatarbelakangi fenomena seks bebas di tempat indekos, bukan karena fenomena pelacuran.

Demikian dikemukakan sosiolog dari Universitas Indonesia, Thamrin Amal Tomagola, Senin (3/7), tentang penyusunan peraturan daerah (perda) larangan pelacuran di Depok.

"Yang utama itu adalah refleksi kedangkalan kualitas anggota dewannya. Tidak mampu memprioritaskan masalah, memetakan, menganalisa, dan mencari solusinya. Cuma cari gampangnya saja. Perda seperti ini cara paling gampang, seolah-olah bisa mengatasi masalah," ujar Thamrin.

Sekretaris Komisi A DPRD Depok Ahmad Dahlan mengatakan, perda tersebut sebenarnya tidak dilatarbelakangi oleh fenomena pelacuran di Kota Depok. Dahlan mengakui, pelacuran di Depok belum dapat dikatakan marak.

"Tapi, kebebasan seks di tempat-tempat indekos itu sudah sangat mengkhawatirkan. Itu terselubung, tapi marak," ujarnya.

Ditanya apakah masalah seks bebas itu yang menjadi latar belakang pembuatan perda larangan pelacuran, Dahlan membenarkan. "Iya, memang itu. Makanya, kita antisipasi sebelum jadi masalah lebih luas," katanya.

Thamrin menilai, kesibukan anggota DPRD Depok mengurusi perda tersebut hanyalah cermin ketidakmampuan mereka mengatasi masalah-masalah konkret yang memengaruhi hajat hidup orang banyak. Ketidakmampuan itu lalu dikompensasikan dengan mencari solusi-solusi yang normatif ideologis.

Ahmad Dahlan mengatakan, perda tersebut masih dalam tahap perbaikan terus-menerus. Senin pagi sejumlah anggota Komisi A mendatangi Kepala Bagian Hukum Pemerintah Kota Depok Budhi Chaeruddin untuk berkonsultasi.

"Memang masih banyak yang perlu diperbaiki. Pihak pemkot ingin, misalnya, judul perda jangan terkesan diskriminatif," ujar Dahlan.

Dahlan juga mengakui, sejauh ini perda tersebut belum pernah ada kajian akademiknya. DPRD rencananya akan menggelar rapat dengar pendapat dengan masyarakat, Rabu besok.

Menurut Budhi Chaeruddin, terminologi pelacuran berkonotasi hanya menuding kaum perempuan. "Padahal, kalau enggak ada laki-lakinya, enggak kejadian kan. Perlu istilah lain," ujarnya.

Budhi menambahkan, perda itu juga masih terpaku pada domain penegakan hukum semata, tidak ada solusi pada akar masalah, yaitu faktor ekonomi. Menurut dia, perda juga harus memberikan jalan keluar dari pelacuran tersebut.

Thamrin mengatakan, dalam ilmu sosial memang ada gejala manusia akan mencari pembenaran ideologis ketika sudah tidak sanggup mengatasi berbagai masalah konkret. Pembenaran itu dicari sekadar untuk mempertahankan diri agar merasa tetap waras.

"Kalau tidak mencari pembenaran, dia akan merasa tidak waras. Pembenaran yang umum digunakan biasanya yang sifatnya dogmatis, seperti agama. Bisa juga ideologi yang mudah dicerna orang awam. RUU Pornografi, Perda Antipelacuran, cermin dari itu semua," ujar Thamrin. (SF)

0 Comments:

Post a Comment

<< Home